Puisi Murya Artha
SEBUAH LAGU
Pernah si burung layang-layang
berganti sarang di bawah atap daun
anak ayam masih berkutik saja
bintang hanya seminar di awan-awan
Di balik layar, nelayan mengusut dada
perut nyalakan meluap dahaga
ombak menderu dan membanting keras
keroncong perut seperti:
babi kena pijak gajah
Boleh banyak orang bertanya
jawaban manunggal rasa
kasihan tidak pedoman, cuma kasihan
orang melintas sambil melengos
tongkat hanya membantu lemah urat.
Bila musim percikan air mata datang
adalah bunga menanti siram
pelayan belum kasih isyarat.
Lihat itu semua bintang berbinar
dan bulan lagi beraja di mata
sebuah lagu menyapa saya
– saya tidak mengerti –
dari mana asal keringat
sebuah lagu tidak menjawab.
Ach, cuma-cuma peristiwa gerilya?
cuma-cuma kami memakan rumput kering?
cuma-cuma kami,
cuma kami si cuma?!
para menteri dalam negeri
sebagai rama-rama di musim bunga
seiring terbang kesana-kemari
sebuah lagu mematikan mata
mematikan mata
dan mati yang menyala-nyala.
Ach-ach, sebuah lagu
engkau berikan
aku belum mengerti juga
lagu apa noot kabinet
fajar menyingsing, arang binasa.
Sumber: Majalah Siasat, Nomor 191 Tahun IV, 12 November 1950, halaman 11
*) MURYA ARTHA, dilahirkan di Desa Parincahan, Kandangan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan, 20 Agustus 1920 dengan nama aslinya M. Husrien. Banyak menggunakan nama samaran, antara lain Bujang Jauh, Emhart, HR Bandahara, M.Ch. Artum, M.Chayrin Artha, dan Arthum Artha. Ia meninggal dunia di Banjarmasin, 28 Oktober 2002